Jumat, 29 Januari 2010

arti sebuah nama

Hari itu tanggal 25 Juni 1991 pukul 09.00 WIB saat dimana bayi kecil itu lahir. Bayi itu lahir secara tidak secara normal karena yang keluar terlebih dahulu adalah pantatnya. Meskipun merasa khawatir kedua orang tua bayi itu tetap merasa bahagia karena bayinya lahir dengan selamat ke dunia ini. Kebahagian itu berlanjut pada rasa bingung untuk memutuskan nama apa yang cocok untuk anak kedua mereka ini. Pada kelahiran anaknya yang pertama sang ayah yang saat itu sedang membaca koran terinspirasi oleh pengakuan seorang bupati Gunung Kidul yang memberi nama kedua anaknya dengan nama belakang yang sama yaitu Anandatama. Arti nama itu adalah harapan orang tua agar anak tersebut menjadi anak yang utama, utama disini diambil dari bahasa Jawa yaitu utomo yang artinya baik. Nama ini mengandung harapan dari orang tua yang menginginkan anaknya memiliki perilaku dan sikap yang baik. Maka sejak saat itulah anak pertama dari kedua pasangan suami istri ini diberi nama belakang Anandatama dan atas permintaan sang istri anak kedua mereka diberi nama belakang yang sama pula yaitu Anandatama.

Sedangkan nama depan bayi itu cukup simpel diambil dari bulan lahirnya yaitu bulan Juni. Bayi itu diberi nama Yuana yang artinya anakku ada pada bulan Juni. Jadilah sebuah rangkaian nama yang sederhana Yuana Anandatama. Nama yang berarti anakku yang ada pada bulan Juni ini kuharap menjadi anak yang utama. Mendengar nama itu saya merasa bangga karena sayalah Yuana Anandatama. Saya adalah anak yang menjadi harapan orang tua itu untuk menjadi anak yang utama. Dan dengan nama ini saya akan melangkah untuk memberikan yang terbaik dari apa yang saya bisa.

18 Tips Berbicara di depan Umum oleh : Editor dari International Publication


Jika ini adalah daftar ketakutan terbesar umat manusia, berbicara di depan umum akan berada tepat di atas. Takut berbicara di depan umum benar-benar bermuara pada rasa takut akan ditertawakan, ditolak, dan dipermalukan di depan umum. Tapi jangan khawatir, dengan tips berikut, Anda akan baik-baik saja.
Jadi santai dan lihatlah tips pertama untuk memulai.
1. Lihat para ahli pidato
Jika suatu saat Anda harus berpidato atau berpresentasi, mulailah mencari apa yang membuat pembicara publik yang sukses menjadi begitu sukses. Catat gaya dan kebiasaan mereka dan ingat mereka sebagai contoh yang baik.
2. Perbaiki penampilan
Jika Anda berada dalam posisi di mana diperlukan berbicara di depan umum, pastikan Anda sudah punya pegangan tentang pentingnya penampilan pribadi. Semakin baik penampilan Anda, Anda akan merasa lebih siap dan profesional. Banyak orang akan melihat Anda. Pastikan Anda memperlihatkan yang terbaik.
3. Hello, Room. Nice to Meet You.
Jika mungkin, periksa spesifikasi ruangan di mana Anda akan berbicara. Apakah stadion sepak bola besar atau ruang konferensi besar? Bagaimana dengan sound system? Jika Anda akan menggunakan mikrofon, itu ide yang baik untuk menguji itu sebelumnya.. Lebih familiar Anda dengan lingkungan Anda, semakin nyaman Anda akan di podium.
4. Apa adanya
Jika ceramah Anda berada pada fungsi sosial (misalnya, pernikahan, reuni), mungkin tampak seperti sebuah ide yang baik untuk membuang waktu sebanyak cairan keberanian yang Anda bisa sebelum pembicaraan Anda. Tapi mendengarkan pidato yang tulus dari seseorang yang gugup ini jauh lebih baik daripada membingungkan mendengarkan celoteh dari seseorang yang dimuat.
5. Pahami materi
Diam saja itu bukan ide yang baik bila Anda punya pidato untuk disampaikan. Sementara mengalir bersama arus dan bersikap fleksibel yang cerdas, percaya diri anda untuk menjadi cemerlang tanpa persiapan adalah sesuatu yang bahkan tidak pro usaha. Lakukan sebuah riset. Tahu topik Anda dan apa yang akan Anda katakan tentang hal ini dan bagaimana Anda ingin mengatakannya. Semakin banyak Anda tahu, semakin yakin Anda akan berada di atas sana.
6. Latihan, latihan, dan latihan
Setelah Anda siap, mulailah berlatih berpidato dengan membacanya. Lalu membacanya lagi. Kemudian lagi. Kemudian sekali lagi. Praktik di depan cermin. Ambil seorang teman atau anggota keluarga dan praktek di depan orang-orang." Setiap kali Anda berlatih melalui presentasi Anda, Anda menambahkan pengertian lain bahwa "Aku tahu hal ini."
7. Visualisasikan diri Anda menjadi fabulous
Berpikir negatif akan membawa Anda ke mana-mana selain kesedihan. Jika Anda yakin bahwa Anda akan menjadi besar, maka Anda akan. Jika Anda berpikir Anda akan gagal, Anda mungkin akan gagal. Jadi sesederhana itu.
8. Ketahui audiens
Kepada siapa Anda berbicara? Jika rekan-rekan Anda, mereka mungkin ingin belajar sesuatu dari Anda. Jika mereka teman, mereka cenderung mencari hiburan. Jika itu hakim, ia ingin menjadi yakin. Ketahui siapa audiens Anda dan sesuaikan pidato Anda dan sampaikan kepada mereka. Berikan apa yang mereka inginkan!
9. Tenang!
Kami adalah kritikus terburuk. Jika Anda lupa untuk membaca kalimat dari catatan Anda, itu akan meragukan orang yang ingin tahu. Jika Anda melewatkan ke gambar berikutnya pada proyektor dengan kesalahan, tidak ada yang akan lari ke luar kota. Jangan khawatir. Ini bukan hidup atau mati, itu hanya sebuah pidato.
10. Jangan menyerah begitu saja
Jika memang benar-benar membuat Anda merasa lebih baik maka umumkanlah ke ruangan kalau Anda begitu gugup sebelum Anda memulai. Namun jika tidak Anda akan merasa pidato Anda menjadi lebih berat. Kemungkinan besar bahwa Anda satu-satunya yang tahu kalau sepatu bot Anda gemetar. Biarkan mereka percaya bahwa Anda dapat mengatur kendali, bahkan jika Anda tidak merasa seperti yang Anda lakukan.
11. Pelankan ritme
Salah satu indikator terbesar kegugupan adalah cepat-kilatnya bicara. Anda mungkin memiliki pidato terbaik yang pernah ditulis, tetapi jika tidak ada seorang pun dapat mengerti apa yang Anda katakan, itu menjadi masalah. Tenangkan diri Anda dan ingatlah untuk berbicara dengan kecepatan normal (atau bahkan sedikit lebih lambat) ketika Anda berbicara di depan umum.

12. Kontak mata
Orang akan percaya kepada orang-orang yang melihat mereka di mata, sehingga pendengar Anda melihat ketika Anda berbicara kepada mereka. Jangan melihat lantai. Jangan melihat hanya pada catatan Anda karena para penonton akan berpikir Anda belum siap. Anda tampil lebih percaya diri ketika isi kepala Anda sudah habis, yang menempatkan audiens Anda nyaman dan memungkinkan Anda untuk mengambil perintah di ruangan.
13. Lanjutkan ! Beri sedikit gurauan
Siapa yang tidak suka tertawa sedikit? Anda tidak perlu menjadi seorang pelawak, tetapi beberapa komentar ringan dapat membantu memanusiakan Anda bagi audiens Anda. Tapi disarankan, terlalu banyak lelucon dapat melemahkan validitas presentasi.
14. Kesalahan Anda Apakah Oke ?
Jadi Anda tersandung kabel mikrofon. Jadi apa? Jadi Anda berkata makro ketika Anda bermaksud mengatakan mikro alam pidato Anda. Jadi Anda secara tidak sengaja mengatakan nama mantan pacar kakakmu selama bersulang bukan nama suami barunya - jadi apa! Setiap orang membuat kesalahan. Akui mereka dan lanjutkan.
15. Buat singkat saja
Bahkan presiden dari the Union Address hanya membutuhkan sekitar satu jam. Ketahui apa yang diharapkan dari Anda dan berikan itu dan tidak lebih. Kita semua pernah disiksa oleh seorang pembicara yang berlangsung terus menerus, sedikit peduli terhadap kepentingan audiens atau tingkat kenyamanan. Jangan menjadi salah satu dari mereka.
16. Itu bukan tentang Anda
Semakin Anda dapat mengambil fokus dari diri sendiri, itu semakin baik. Lagi pula, tidak mungkin Anda diminta untuk memberikan presentasi tentang kisah hidup Anda. Jadi berkonsentrasi pada pesan dan temukan kebebasan walau hanya menjadi seorang pemberi pesan.
17. Berpura-pura sampai Anda berhasil
Pepatah lama "berpura-pura sampai Anda berhasil" sebenarnya adalah saran yang cukup bagus. Bahkan jika Anda tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri, coba bertindak seperti yang Anda lakukan. Semakin lama Anda berpura-pura, maka akan terasa semakin nyaman, sampai Anda menjadi mesin pengyakin yang menguntungkan.
18. Jadilah diri sendiri
Kita semua manusia. Kita semua agak takut podium, mikrofon, atau ruang rapat. Meskipun apa yang Anda percaya, orang tidak ingin Anda gagal. Mereka akhirnya ingin melihat Anda sukses. Memberikan apa yang mereka inginkan dengan hanya menjadi yang terbaik yang Anda bisa.

Sumber :
http://money.howstuffworks.com/18-tips-for-public-speaking.html


Yuana Anandatama
09/282545/SP/23503
Komunikasi A 2009

capcuz dari si empunya


sodara-sodara sebangsa dan setanah air.. isi bLog saya ini beragam Loh.. namun kebanyakan adalah hasil dari tugas kampus.. hohoho.. dan penyusun nya tidak hanya saya.. baca dan resapi lah.. kalo sempet juga comment lah.. bisa dibawah tulisan atau di c box.. okeee.. tararengkyuuuuuuuuuuuu !

sebuah kisah dari sebuah monumen



Tak Hanya Diam
“Jangan bimbang menghadapi bermacam-macam penderitaan karena makin dekat cita-cita kita tercapai makin berat penderitaan yang harus kita alami.”
-Amanat Panglima Besar Sudirman-



Tak gentar demi Merah-Putih
Pada tahun1949, Indonesia masih dikuasai Belanda walaupun saat itu Indonesia telah merdeka. Belanda tidak pernah menganggap Negara Indonesia itu ada. Belanda tetap menganggap Indonesia adalah negara jajahan mereka. Indonesia tidak tinggal diam dengan keadaan seperti itu. Berbagai perlawanan dilakukan untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diraihnya. Mulai dari Perang Gerilya yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman yang membuat pos-pos pertahanan Belanda kewalahan, sampai pada puncaknya, yaitu Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta.
Kenapa Yogyakarta ? Yogyakarta merupakan ibukota Indonesia saat itu. Sehingga serangan besar akan mendapat perhatian dunia internasional. Tujuannya agar dunia internasional mengetahui bahwa TNI masih berdiri tegak, yang juga menandakan Negara Kesatuan Republik Indonesia masih berdiri tegak. Pagi hari sekitar pukul 06.00, sirine berbunyi menandakan “serangan spektakuler” dilancarkan. Serangan yang dilancarkan serentak di seluruh wilayah Yogyakarta ini membuahkan hasil yang luar biasa. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, tepat pukul 12.00 siang TNI mengundurkan diri. Yogyakarta kembali dikuasai oleh Indonesia.



Bambu runcing VS Senapan
Bayangkan saja, hanya dengan berbekal bambu runcing dan senjata tradisional Indonesia dapat mengalahkan pasukan Belanda yang berbekal senapan berkaliber tinggi dan jauh lebih canggih. Perang Gerilya yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman mampu membuat Belanda kewalahan. Taktik Gerilya adalah taktik yang dilakukan pada malam hari ketika pasukan Belanda tengah lengah dan terlelap. Memanfaatkan kondisi inilah pasukan Jenderal Sudirman berhasil menyerang Belanda.
Serangan Umum 1 Maret juga membuat Belanda menyerah dan harus keluar dari Yogyakarta. Serangan ini dipimpin oleh Letkol Soeharto. Serangan ini dilaksanakan serentak si seluruh daerah penting di Yogyakarta dan sekitarnya. Belanda yang tidak siap menghadapi serangan besar-besaran ini pun lari tunggang-langgang. Taktik perang yang cerdik, kerelaan berkorban, dan yang utama adalah semangat persatuan dan kesatuan untuk berjuang demi Merah-Putih merupakan senjata yang sempurna untuk mengalahkan senjata-senjata canggih milik Belanda.

Monumen Jogja Kembali
Untuk memperingati keberanian, persatuan, dan perjuangan rakyat Indonesia ini, maka tanggal 29 Juni 1985 dibangun Monumen Jogja Kembali (Monjali) oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 6 Juni 1989. Monumen ini berbentuk menyerupai gunung yang melambangkan kesuburan. Selain itu untuk melestarikan budaya nenek moyang kita pada jaman pra sejarah. Di sekitar kerucut ada air yang melambangkan kesucian, pahlawan yang suci yang berjuang dengan slogan “Merdeka atau Mati!”
Monumen yang merupakan karya arsitek Prof. Dr. Baskoro Tedjo ini dibangun digaris imajiner “Poros Makro Kosmos” yang berarti Titik Besar Kehidupan Masyarakat. Garis Imajiner ini merupakan garis yang menghubungkan tujuh tempat penting bagi kepercayaan tradisional masyarakat Jawa yang memercayai bahwa dari tujuh tempat inilah terdapat sumber kehidupan masyarakat. Ketujuh tempat ini adalah : Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton Ngayogyakarta, Tugu Pal Putih, Monumen Jogja Kembali, dan Gunung Merapi.


Yang rela gugur
Di kawasan Monumen Jogja Kembali ini terdapat sebuah dinding dengan tulisan “Pahlawan yang Gugur Selama Clash Kedua dalam Wilayah Wehrkreise III”. Di sana diabadikan nama- nama pahlawan yang gugur saat peristiwa itu terjadi. Namun mereka hanya sebagian kecil pahlawan perjuangan yang tercatat. Masih banyak pahlawan lainnya yang gugur namun tidak tercatat. Mereka dimakamkan di tanah-tanah warga dan diberi tanda berupa tongkat bambu dengan tanda merah-putih yang menandakan bahwa mereka adalah pahlawan.
Perlu diketahui bahwa mereka yang gugur dan diberi penghargaan sebagai pahlawan tidak hanya mereka yang terlibat langsung dalam peperangan itu. Tapi semua warga Indonesia yang menjadi korban kekerasan Belanda saat itu. Mereka adalah petani, peternak, dan warga sipil lainnya yang dianggap oleh Belanda dianggap musuh yang kemudian dibunuh.



Berharap ada yang “kembali”
Kini Indonesia telah merdeka dan sudah tidak dihadapi oleh peperangan fisik seperti yang terjadi saat itu. Betapa kita tidak bersyukur ketika tetes darah para pejuang hanya diingat tetapi tidak dilanjutkan perjuangannya. Seperti darah itu sudah kering dan bahkan tidak berbekas. Kenyataan bahwa kini masyarakat Indonesia menganggap sejarah merupakan hal yang membosankan untuk dibahas, merupakan kenyataan yang pahit. Belum lagi ketika melihat keadaan Bangsa Indonesia saat ini, penuh dengan trik, kecurigaan, perselisihan, dan konflik dimana-mana.
Ada kesamaan keadaan Bangsa Indonesia kini dengan masa lalu, yaitu adanya ancaman yang menguasai Indonesia yang dapat membawa kepada kejatuhan Indonesia. Dengan begitu diharapkan ada sesuatu yang kemudian “kembali”. Perjuangan bela negara, kerelaan berkorban, cinta tanah air, dan yang utama adalah semangat persatuan dan kesatuan untuk berjuang kembali demi Merah-Putih.
Tidak dengan bambu runcing, gerilya, ataupun serangan serentak, tapi dengan prestasi dan rasa nasionalisme yang ditunjukkan dengan peran aktif masyarakat untuk bersama membangun Indonesia kembali mendapat perhatian dari dunia Internasional, dan membuktikan kepada mereka bahwa Negara Indonesia masih berdiri tegak.

Kamis, 28 Januari 2010

PERAN PERS DAN MEDIA CETAK KORAN DALAM KEMUNCULAN ERA REFORMASI


A. Sejarah Pers dan Media Cetak (Koran)
Kemunculan surat kabar diilhami dari zaman Romawi Kuno yang menggunakan gulungan “Acra Diurna”,atau “Kegiatan hari” untuk menerbitkan kejadian sehari-hari. Dilanjutkan dengan penemuan mesin cetak oleh Gutenberg (abad kelimabelas), sehingga mulai saat itu di Perancis dan Inggris buku-buku mulai diterbitkan, begitu pula halnya dengan surat kabar.
“Public Occurrenses Both Foreign and Domestick”, merupakan surat kabar pertama yang dibuat oleh Amerika Serikat pada tahun 1690. Surat kabar tersebut diusahakan oleh Benjamin Harris, seorang berkebangsaan Inggris. Namun koran ini mengalami pembreidelan setelah pertama kali terbit dikarenakan tidak mendapat izin terbit.
Pihak kerajaan Inggris membuat peraturan bahwa usaha penerbitan harus mempunyai izin terbit, di mana hal ini didukung oleh pemerintah kolonial dan para pejabat agama.Ketakutan akan kemungkinan mesin-mesin cetak itu akan menyebarkan berita-berita yang dapat menggeser kekuasaan mereka kecuali bila usaha itu dikontrol ketat.
Kemudian surat kabar mulai bermunculan setelah negara Amerika Serikat berdiri. Bisnis persuratkabaran pun berkembang luar biasa. Koran-koran pun mulai muncul di bagian negara-negara selain New York dan Chicago. Di selatan, Henry W. Grady dengan koran “Konstitusi Atlanta”. Lalu, muncul koran “Daily News” dan “Kansas City Star” yang mempunyai konsep pelayanan masyarakat sebagai fungsi dari sebuah sebuah surat koran. Bahkan pemilik Star, Rockhill Nelson bersumpah untuk mengangkat kota Kansas dari “kubangan lumpur” dan berhasil. Di barat, Jurnalisme Flamboyan diwakili oleh “Denver Post” dan koran-koran San Fransisco.
Di Indonesia sendiri perkembangan koran pertama kali dipelopori oleh Tirtohadisoerjo atau Raden Djokomono (1875-1918), pendiri mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang jadi harian. Beliau yang pertama kali mendirikan penerbitan yang dimodali modal nasional dan pemimpinnya orang Indonesia.
Perkembangan media cetak koran berlanjut pada fungsinya sebagai alat perjuangan kemerdekaan RI. Menurut Haryadi Suadi, salah satu fasilitas yang pertama kali direbut pada masa awal kemerdekaan adalah fasilitas percetakan milik perusahaan koran Jepang seperti Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang) (“PR”, 23 Agustus 2004).

Haryadi juga menyebutkan pada akhir 1945 kondisi pers Indonesia menguat dengan terbitnya beberapa koran yang mempropagandakan kemerdekaan Indonesia seperti, Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), dan The Voice of Free Indonesia. Tahun-tahun selanjutnya media cetak koran berkembang dengan mengalami berbagai perubahan fungsi dan peranannya. Perubahan ini dapat pula disebut perubahan identitas. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalah :
1. Tahun 1945-an, pers di Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.
2. Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan sama dengan partai-partai politik yang mendanainya.
3. Tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan pencarian dana masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi.
4. Awal tahun 1990-an, pers memulai proses repolitisasi.
5. Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ. Habibie, yang kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang ini.

B. Peran Pers dan Media Cetak Koran
Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Secara garis besar ada dua pengertian pers yaitu :
a. dalam arti sempit : Pers adalah media cetak yang mencakup surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan buletin-buletin pada kantor berita.
b. dalam arti luas : Pers mencakup semua media komunikasi, yaitu media cetak, media audio visual, dan media elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet, dsb.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 33 disebutkan mengenai fungsi pers, dalam hal ini pers nasional. Adapun fungsi pers nasional adalah sbb :
1. Sebagai wahana komunikasi massa.
Pers nasional sebagai sarana berkomunikasi antarwarga negara, warga negara dengan pemerintah, dan antarberbagai pihak.
2. Sebagai penyebar informasi.
Pers nasional dapat menyebarkan informasi baik dari pemerintah atau negara kepada warga negara (dari atas ke bawah) maupun dari warga negara ke negara (dari bawah ke atas).
3. Sebagai pembentuk opini.
Berita, tulisan, dan pendapat yang dituangkan melalui pers dapat menciptakan opini kepada masyarakat luas. Opini terbentuk melalui berita yang disebarkan lewat pers.
4. Sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol serta sebagai lembaga ekonomi.

C. Peran Pers dan Media Cetak Koran Dalam Kemunculan Era Reformasi
Seperti kita ketahui era Reformasi dimulai setelah runtuhnya Orde Baru yang dipimpin Suharto. Kala kepempimpinan Suharto ini eksistensi pers yang dalam kasus ini dikhususkan pada media cetak koran mengalami keterpurukan.
Pada masa itu, pers mengalami depolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi tiga partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Peraturan tersebut menghentikan hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak lagi mendapat dana dari partai politik.
Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.
Pada tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai melakukan repolitisasi lagi. Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers di Indonesia mulai menentang pemerintah dengan memuat artikel-artikel yang kritis terhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalah mingguan yang ditutup, yaitu Tempo, DeTIK, dan Editor. Ketiganya dibredel karena pemberitaannya yang tergolong kritis kepada penguasa. Tindakan represif inilah yang memicu aksi solidaritas sekaligus perlawanan dari banyak kalangan secara merata di sejumlah kota.
Setelah itu, gerakan perlawanan terus mengkristal. Akhirnya, sekitar 100 orang yang terdiri dari jurnalis dan kolumnis berkumpul di Sirnagalih, Bogor, 7 Agustus 1994. Pada hari itulah mereka menandatangani Deklarasi Sirnagalih. Inti deklarasi ini adalah menuntut dipenuhinya hak publik atas informasi, menentang pengekangan pers, menolak wadah tunggal untuk jurnalis, serta mengumumkan berdirinya AJI (Aliansi Jurnalis Independen).
Pada masa Orde Baru, AJI masuk dalam daftar organisasi terlarang. Karena itu, operasi organisasi ini di bawah tanah. Roda organisasi dijalankan oleh dua puluhan jurnalis-aktivis. Untuk menghindari tekanan aparat keamanan, sistem manajemen dan pengorganisasian diselenggarakan secara tertutup. Sistem kerja organisasi semacam itu memang sangat efektif untuk menjalankan misi organisasi, apalagi pada saat itu AJI hanya memiliki anggota kurang dari 200 jurnalis.
Pada dasarnya munculnya artikel-artikel yang mengkritik masa pemerintahan Suharto dan timbulnya aksi para jurnalis yang menandatangani Deklarasi Sirnagalih merupakan bentuk perjuangan pers untuk mereformasi diri sendiri. Ada reformasi struktural dalam tubuh pers sendiri untuk memblow up kejahatan-kejahatan Orde Baru meskipun pada akhirnya media cetak atau koran harus mengalami pembredelan.
Justru ketika terjadi reformasi dari diri pers muncul itulah yang menjadi awal terjadinya overall reformasi dalam diri bangsa. Kritik-kritik yang disampaikan serta aksi-aksi yang protes yang diwakili oleh kaum pers merupakan suara rakyat juga. Ketika kebenaran mengenai kebobrokan rezim Suharto terkuak melalui pers dan media cetak koran terbentuklah opini publik yang menyetujui keharusan pergantian rezim Suharto. Pada puncaknya terjadi aksi-aksi demontrasi yang bersifat langsung (tidak lagi melalui pers dan surat kabar) guna menuntut adanya reformasi di segala bidang.

D. Kesimpulan
Pers atau media massa memiliki banyak fungsi dan peranan salah satunya adalah pembentuk opini publik berdasar pada berita yang dimuat. Namun justru ketika Orde Baru fungsi pers semakin menurun karena media massa memang sengaja dibungkam sehingga tidak dapat dengan leluasa mengungkap fakta yang terjadi.
Hal inilah yang menimbulkan keprihatinan dari dalam diri pers sehingga pers memberanikan diri mengadakan reformasi struktural secara internal, dimana pers mulai melakukan penentangan-penentangan atas penindasan fungsi mereka. Aksi penentangan ini dimulai dengan menerbitkan sejumlah artikel yang mengkritik kebijakan-kebijakan rezim Suharto yang menyengsarakan rakyat kemudian disusul dengan penandatanganan Deklarasi Sirnagalih yang berisi tuntutan pers agar tidak dikekang.
Reformasi internal inilah yang dijadikan awal adanya tuntutan reformasi secara keseluruhan oleh rakyat karena setelah mengetahui kebenaran akan bobroknya rezim Suharto, terbentuklah opini publik yang mengharuskan pergantian era. Pada dasarnya tuntutan rakyat hanyalah sederhana yaitu hidup lebih pantas dan lebih bebas sehingga pada puncaknya tuntutan yang pada awalnya diwakili oleh pers menjadi nyata dengan munculnya aksi-aksi demonstrasi secara langsung guna menuntut adanya reformasi di segala bidang.

YUANA ANANDATAMA
09/282545/SP/23503



Sumber :
http://aliefnews.wordpress.com/2008/01/11/materi-journalis/.html
http://bachtiarhakim.wordpress.com/2008/03/16/sejarah-perkembangan-media-massa-cetak-koran/.html
http://www.facebook.com/group.php?gid=37423827848.html
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=36167:indonesia-raya-koran-yang-kenyang-pembredelan-&catid=488:29-november-2009&Itemid=222.html
http://meibru-chuteabiezz.blogspot.com/2009/01/kebebasan-pers-di-era-reformasi.html
http://armada-masadepan.blogspot.com/2009/01/peranan-pers-dalam-masyarakat.html
http://elisabetyas.wordpress.com/2009/10/03/sistem-pers-libertarian/.html

resensi novel LOVE AT THE FIRST FALL





Judul Buku : Love at The First Fall
Penulis : Primadonna Angela
Terbit : Februari 2006
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Harga : Rp 29.000,00
Tebal : 216 halaman
Ukuran : 13,5 x 20 cm

Resensi
Love at the First Fall, buku terbitan tahun 2006 ini merupakan buku ketiga karya Primadonna Angela setelah Quarter Life Fear dan Belanglicious diterbitkan. Meskipun memiliki tema yang sederhana yaitu percintaan, Angela mengaku tetap membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan buku ini.
Berbeda dengan buku sebelumnya Quarter Life Fear yang memaparkan gadis berusia matang, dalam buku ini Angela mengulas kembali kehidupan remaja. Tokoh yang menjadi fokus ialah Wulandari Safira seorang gadis yang terkenal tomboy dan super cuek di salah satu Sekolah Menengah Atas di Pekanbaru. Cerita diawali dengan keterkejutan Ndari atas keputusan keluarganya untuk mempertunangkan dirinya dengan Kevin, sahabatnya sejak kecil. Sejujurnya Ndari memang menyukai Kevin. Tapi apakah itu bisa disebut cinta? Ndari masih belum yakin benar atas perasaannya.
Di sisi lain Maeve sahabat masa kecil Ndari yang bermukim di Belanda mengirimi Ndari sebuah email. Email itu berisi ajakan Meave untuk berlibur di Belanda. Tentu saja Ndari menyetujuinya, apalagi orang tua Ndari berjanji jika nilainya bagus mereka akan mengijinkan Ndari mengunjungi Maeve di Belanda.
Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu Ndari datang juga, akhir semester yang artinya ia akan ke Belanda mengunjungi sahabat masa kecilnya Meave. Setelah visa dan passport selesai diurus Ndari akhirnya berangkat. Sampai di Belanda betapa terkejutnya ia karena yang menjemputnya di airport bukanlah Meave melainkan seorang cowok super ganteng bernama Steve. Ternyata Steve ialah tetangga sebelah rumah Meave di Belanda.
Kegantengan Steve mampu mempesona Ndari dan dalam bilangan hari saja perasaan kagum di hati Ndari untuk Steve semakin membesar. Sampai pada satu peristiwa mengejutkan yang terjadi. Steve menyatakan cintanya pada Ndari. Otomatis Ndari semakin bingung, ada Kevin di Indonesia yang sedang menunggunya dan di sisi lain ia tak mampu mengelak bahwa Steve mampu membuatnya nyaman.
Kebingungan Ndari terjawab sudah ketika Ndari memutuskan untuk ikut bungee jumping, dan ia mendapatkan pencerahan. Ia memutuskan untuk memperjuangkan cintanya. Siapakah yang akhirnya Ndari pilih? Kevin ataukah Steve? Jawabannya ad di buku ini.
Kita semua tahu bahwa tema percintaan menjadi tema yang umum ditemui sehari-hari namun buku ini mampu menyuguhkan setting tempat yang tidak umum. Jika dibandingkan dengan buku karangan Luna Torashyngu berjudul Dua Rembulan yang lebih menonjolkan setting alam Indonesia, buku ini justru memberikan setting negara lain yaitu Belanda. Inilah yang menjadi salah satu kelebihan buku ini.
Selain settingnya yang bagus dan terpapar jelas, buku ini juga menggambarkan karakter tokoh Ndari dengan begitu gamblang sehingga pembaca mampu mengikuti alur pikiran Ndari. Namun, penggunaan bahasa Inggris yang cukup banyak dan penggunaan kosakata asing yang beragam membuat buku ini memiliki kekurangan. Hanya pembaca yang paham dan mengerti bahasa Inggrislah yang mampu mengikuti alur dialog para tokoh.
Akan tetapi buku ini cukup ringan dan menarik untuk dibaca di waktu senggang. Selain itu bagi anda yang tergila-gila dengan keistimewaan negara Belanda, cobalah untuk membaca buku ini karena Anda akan melihat penggambaran lain negara Belanda dari sisi Angela.

6 Oktober 2009

Aku Lia Dwinata. Lahir dari keluarga miskin yang hidup di bantaran Kali Code. Perkerjaan ayahku adalah tukang koran sedangkan ibuku sudah meninggal sewaktu melahirkanku. Aku sendiri tidak bersekolah, aku hanya bekerja sebagai pengamen jalanan, tapi jangan dikira aku tidak bisa membaca dan menulis. Di Code kami mendapat bantuan fasilitas perpustakaan dari para dermawan selain itu mahasiswa-mahasiswa KKN di beberapa perguruan tinggi ternama di Jogja juga sering datang hanya untuk sekedar memberikan pelajaran kepada anak-anak sepertiku.
Hari ini tanggal 6 Oktober 2009, seperti biasa ketika aku bangun pagi hari ayahku sudah tidak ada, maklum beliau harus mengambil koran pagi-pagi sekali dari pusatnya dan segera menjajakannya di jalanan-jalanan Kota Jogja. Aku sendiri diributkan dengan rutinitas pagiku karena aku anak ayah satu-satunya, aku yang harus mengurus semua pekerjaan rumah. Sedangkan pekerjaan pengamenku hanya sesekali kujalani untuk menambah uang makan dan sewa rumah kecil ini.
Setelah membereskan semua pekerjaan rumah seperti mencuci piring dan baju, aku segera menjejakan langkahku ke perempatan Tugu, itu adalah kawasanku mencari nafkah. O ya, aku mengamen di perempatan Tugu tidak sendiri ada satu temanku yang berprofesi sama denganku namanya Danu. Dia sepertiku, anak Kali Code. Aku dan Danu sangat kompak, kami berdua dapat dengan mudah menilai pengendara mana yang mau memberikan sedikit uang kepada kami. Biasanya juga kami mengamen di arah jalan yang berlawanan Danu di perempatan jalan dari arah timur ke barat sedangkan aku sebaliknya.
Dengan berbekal gitar kecil dan suara seadanya aku mulai berkeliling ke tiap kendaraan yang berhenti. Entah mengapa pagi ini aku merasakan perbedaan, Kota Jogja yang biasa disinari matahari dengan terik, kini tidak terlihat begitu. Udara terasa sangat lembab sepertinya akan turun hujan.
Empat jam sudah aku lalu lalang di jalanan Tugu, aku memutuskan untuk istirahat sejenak. Ketika sedang asik mengutak-atik bekal yang kubawa aku mendengar bunyi keras sekali. Brakkkkkkkkkkkkkk....... Ku paling kan mukaku mencari arah suara tersebut. Tak salah lagi itu suara tabrakan, seketika aku berdiri dan berlari ke tempat kejadian. Oh Tuhan, aku melihat seorang bapak tua dengan sepeda ontelnya sudah terkapar berlumuran darah tepat di depan sebuah warnet di kiri jalan. Aku sangat syok melihat keadaan bapak itu, ternyata bapak itu ditabrak oleh sebuah mobil. Dan aku semakin terkejut mendengar bahwa yang menabraknya adalah mobil Ambulance yang sedang dikejar tugasnya. Sopir Ambulance pun tidak dalam keadaan baik, sopir yang ditemani satu perawat wanita di sebelahnya juga mengalami luka-luka yang bisa dibilang cukup serius.
Melihat kondisi yang begitu kacau polisi segera datang memberi bantuan, lagi-lagi aku hanya bisa melihat ketika polisi-polisi itu mengangkuti para korban dan melarikannya ke rumah sakit terdekat. Rasa syokku mengalahkan rasa ibaku untuk membantu menolong para korban. Bukan karena aku tidak ingin menolong tapi pikiran dan imajinasiku sedang melayang-layang, aku berpikir jika yang ditabrak itu adalah ayahku apa yang harus aku lakukan. Meskipun aku ingin sekali menolong tapi aku pasti tidak akan bisa, aku masih berumur 12 tahun dan dengan tubuh sekecil ini aku yakin aku tidak akan banyak membantu.
Imajinasiku terputus ketika ada suara yang memanggil namaku, ” Lia!”. Aku menoleh dan ternyata itu adalah suara Danu, Danu menghampiriku dan menyeretku menepi dari jalanan. Aku hanya bisa berjalan mengikuti langkahnya. Danu tau aku sangat syok melihat peristiwa tadi, dia mencoba mengalihkan pikiranku dengan bertanya sudah berapa banyak uang yang aku dapatkan dari hasil mengamen. Aku menjawab seadanya namun dia terus saja mencoba mengurangi rasa syokku, maklum Danu lebih tua 5 tahun dariku, dia lebih dapat mengontrol emosinya daripada aku sehingga rasa syoknya tidak sebesar yang kurasakan. Untuk menghargai usahanya aku mulai tidak memikirkan kejadian itu dan meneruskan pekerjaanku. Tapi aku sempat berpikir ternyata langit mendung di atas merupakan pertanda atas peristiwa pilu bapak tua itu.
Ketika jam di Tugu menunjuk angka jam dua siang, aku memutuskan pulang ke rumah untuk beribadah. Dalam hal beribadah aku memang sangat disiplin, meskipun kadang waktu solatku tidak setepat adzan berkumandang tapi aku pasti solat lima waktu sehari. Maklum ini adalah ajaran ayahku dari kecil.
Perjalanan ku dari Tugu ke rumah tidaklah menghabiskan banyak waktu, hanya cukup berjalan 15 menit saja sudah sampai di depan rumahku. Seperti biasa aku melihat ayah kini sudah berganti kesibukan, beliau kini sedang merawat kolam ikan kesayangannya yang letaknya tepat persis di depan rumah sewa kami. Aku memanggil ayahku sekedar bertanya apakah beliau sudah makan dan ternyata tebakanku tepat ayahku belum makan. Ini sudah biasa berhubung ayahku adalah seorang pekerja keras sehingga beliau sering lupa makan. Setelah selesai solat aku segera menyiapkan makan siang seadanya untuk kami berdua yaitu nasi lauk tempe goreng dan sambal. Ini makanan yang sangat sederhana tapi aku merasakan sangat nikmat menyantapnya karena aku melihat ayahku begitu lahap memakan masakanku.
Selesai makan dan membereskan semuanya aku kembali keluar rumah. Aku melihat ayahku sudah bersiap untuk pergi bekerja lagi. Selain bekerja sebagai loper koran ayahku juga bekerja sebagai pengumpul botol bekas. Semua pekerjaan halal pasti akan ayahku lakoni untuk biaya hidup kami berdua.
Setelah persiapan ayahku selesai, ayahku pamit untuk berangkat. Sembari menunggu ayahku pulang bekerja aku menyempatkan diri ke perpustakaan mini di dekat rumahku. Kali ini aku tidak ingin membaca buku dongeng ataupun komik tapi aku ingin membaca kliping koran yang dikumpulkan oleh mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Jogja. Judul kliping itu adalah ”Peristiwa-peristiwa Naas di Jalanan”. Membaca judul klipingnya saja sudah membuatku terhenyak, aku memflash back ke beberapa jam lalu. Harusnya peristiwa tabrakan kakek tadi masuk dalam kliping ini pikirku. Aku mulai membaca satu demi satu berita yang ada. Sampai pada satu artikel yang menarik perhatianku. Judul artikel itu adalah ” Tabrak Lari di Jembatan Gondolayu Menewaskan Satu Orang Pemulung ”. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 6 Oktober 2008 tepat pada pukul 17.10 WIB dan berarti peristiwa itu terjadi tepat tahun lalu di hari ini. Aku melanjutkan membaca artikel itu, kudapati beberapa fakta bahwa pemulung itu meninggal di tempat kejadian sesaat setelah ditabrak dan pemulung itu juga meninggalkan satu anak perempuan yang masih berumur 12 tahun serta pemulung itu adalah warga bantaran Kali Code pula.
Belum selesai aku membaca semua isi artikel itu, aku melihat Danu berlari ke arahku dengan tergopoh-gopoh. Dia berteriak-teriak memanggil namaku. ” Liaaaaaaa... Liaaa....!”. Aku segera menutup kumpulan artikel di tanganku dan menghampirinya lalu aku bertanya ada apa. Dia menjawab dengan terbata-bata. ” A... A... Ayahmu , ayahmu ke... kecelakaan Li! Ayahmu ada di jembatan atas situ.”, Danu menunjuk ke arah Jembatan Gondolayu. Spontan aku berlari secepat yang aku bisa. Aku sudah tidak peduli dengan apapun bahkan aku sudah tidak bisa mendengar suara Danu lagi. Ketika aku sampai di jembatan, orang-orang berkerubut di satu tempat. Aku berusaha masuk di antaranya. Aku mencari-cari dimana ayahku tergeletak. Dan seketika aku mematung mendapati ayahku yang kini berada di depanku. Aku sudah tidak mampu berkata-kata, airmataku pecah seketika. Aku menangis terisak memanggili ayahku yang keadaannya sama persis dengan bapak tua tadi siang. Aku menoleh, meminta bahkan meraung-raung pada setiap orang yang berkerumun untuk menolong ayahku. Tapi semua hanya bergeming dan sibuk mengucapkan kata sabar padaku.
Tiba-tiba aku mendengar ada sirine Ambulance yang datang dan petugasnya langsung mengangkat tubuh ayahku. Aku tak tinggal diam, aku ikut masuk ke mobil itu. Aku melihat para petugas sibuk mengecek seluruh tubuh ayahku, memasanginya dengan banyak alat, dan membersihkan lumuran darah di tubuh ayahku. Aku terus menangis dan berdoa. Pikiranku kembali melayang, baru saja aku melihat peristiwa tabrakan di perempatan Tugu, baru saja aku memikirkan jika itu terjadi pada ayahku, dan baru saja aku membaca artikel tentang kecelakaan di Jembatan Gondolayu. Aku tak menyangka kini semua peristiwa tadi terangkum menjadi satu di depanku dan terjadi padaku.
Cukup 10 menit Ambulance melaju untuk sampai ke RSUP Dr. Sardjito. Ayahku segera dibawa ke UGD dan aku harus menunggu lagi. Meski aku sudah tidak dapat berpikir apapun karena aku terlalu cemas pada keadaan ayahku, aku masih sempat mengingat kata-kata ayahku. Ayahku pernah berkata bahwa aku harus selalu ingat Tuhan di setiap kejadian yang menimpaku. Aku tak membuang waktuku lagi. Aku segera bertanya pada seorang suster dimana masjid berada.
Setelah menemukan letak masjid, aku segera mengambil air wudhu dan solat. Tak henti-hentinya aku berdoa pada Tuhan agar ayahku selamat dan aku masih diijinkan melihat ayahku tersenyum padaku lagi. Itu semua karena aku merasa bahwa aku tidak akan bisa hidup tanpa ayahku.
Selesai berdoa dan solat aku bergegas kembali ke depan ruang UGD. Aku mencari-cari dimana ayahku sampai ada tangan yang menepuk pundakku. Aku menoleh dan ternyata itu adalah dokter yang memeriksa ayahku. Dokter berkata ayahku masih hidup namun dalam keadaan kritis. Aku menangis lagi akan tetapi dokter berkata bahwa akan berusaha semampunya untuk menolong ayahku. Isakku kuhentikan dan aku memutuskan untuk menjaga ayahku di rumah sakit.
Lima hari sudah ayahku dirawat di RS Dr. Sardjito dan keadaan beliau kini sudah mulai membaik. Aku menyadari bahwa aku masih sangat membutuhkan ayahku di sampingku. Aku bersyukur pada Tuhan karena Tuhan mengijinkanku melihat senyuman ayahku lagi, aku juga bersyukur karena peristiwa kecelakaan ayah tidak senaas peristiwa pada artikel berita yang kubaca.
Melihat peristiwa yang menimpa bapak tua itu dan peristiwa yang terjadi pada ayahku pada hari itu. Aku belajar banyak hal. Aku belajar bahwa Tuhan masih menyayangiku dan bahwa Tuhan mendengar setiap doa umatnya. Aku berjanji pada Tuhan kalau aku tidak akan menyia-siakan hidupku dan aku akan berusaha menolong setiap orang yang membutuhkan pertolonganku.. Untuk itu aku harus belajar meskipun tidak melalui jenjang sekolah resmi.

Yuana Anandatama
09/282545/SP/23503

mimpi terindahku

“Uhuk.. uhuk…uhuk…,” aku terbatuk-batuk dengan lantang di atas tempat tidurku. Aku merasa badanku sedang tidak enak sekali sehingga malam ini aku berencana untuk tidur lebih awal. Sebelum mataku ini terpejam aku sempat berpikir kalau aku akan merancang sebuah cerita indah untuk kujadikan bunga tidurku. Ya, cerita yag simpel saja namun indah seperti bertemu bidadari cantik dari surga yang mau bersanding dengan kakek tua sepertiku atau menjadi kaya raya hanya karena aku punya pohon yang berbuah emas. Sangat tidak mungkin bukan, tentu saja namanya juga cerita khayal yang akan memperindah tidurku. Tanpa terasa mataku perlahan mulai menutup dan kesadaranku mulai hilang.
”Brakkkkk!” Terdengar gebrakan keras dari arah pintu kamarku. ”Gilanggggggg! Bangun kau!” Seru sebuah suara yang kutebak pasti suara si Bocel, temanku dari Medan. Aku mengerdip-kerdipkan mataku. Aku bangun dengan segera. Namun aku merasakan ada yang beda dengan tubuhku. Kenapa tubuhku menjadi lebih kuat? Itu pertanyaan yang muncul di kepalaku. Aku berjalan menuju cermin di kamarku. Astaga, aku menjadi muda. Aku kembali mengerdip-kerdipkan mataku untuk memastikan apakah aku telah bangun seratus persen. Saking herannya aku sampai bertanya pada si Boncel, ”Cel, aku mimpi kah? Kok aku jadi muda ?” Seketika Boncel tertawa dan menjawab, ”Bah, apa pula kau ini, kalau kau mimpi tak kan dengarlah kau suaraku!” Aku berpikir dalam hati, benar juga kata si Boncel ini. Ya sudah daripada terus memperdebatkan hal ini, aku memutuskan untuk memulai hariku yang sedikit aneh ini.
Hariku kali ini dimulai dengan acara mengantri. Bukan mengantri tiket di bioskop atau mengantri sembako di kecamatan, tapi ini mengantri kamar mandi untuk mandi. Ya benar, aku adalah seorang anak kos yang tentu saja kamar mandi bukan menjadi milik pribadi harus rela berbagi jatah waktu untuk bisa memasukinya. 10 menit, 15 menit, 30 menit, lama sekali aku menunggu. Aku heran siapa yang ada di dalam kamar mandi ini. Aku bertanya pada temanku yang sama-sama mengantri, ” Eh, siapa sih di dalam, kok lama banget?” Temanku menjawab, ”Si Boncel tuh.” Dengan segera aku berteriak, ”Boncellllllllllllllllllll...ngapain saja kamu di dalem??? Keluarrrrrrrrrrr!” Begitu suaraku menggelegar terdengar sahutan dari Boncel,”Langgg, tak bisakah kau sabar, keras ini Boy.” Spontan teman-teman seisi kosku yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak. Dasar si Boncel lucu juga ini anak. Akhirnya karena tak sabar menunggu Bocel melunakan isi perutnya yang keras, aku memutuskan untuk mandi di sungai saja. Ini biasa kulakukan jika situasi ini terjadi. Sejujurnya bisa saja aku setiap hari mandi di sungai karena selain air di sungai ini masih bersih juga karena aku tidak perlu repot-repot mengantri. Namun yang jadi masalah adalah aku sudah beranjak dewasa dan sungai ini sering dipakai para gadis untuk mandi juga. Malu dong kalau aku dianggap curi-curi kesempatan mengintipi para gadis ini ya walaupun sejujurnya ini tak masalah toh aku tak rugi justru untung bisa cuci mata di pagi hari. Hehehe. Tawaku dalam hati.
Cukup menempuh perjalanan 10 menit saja untuk sampai di sungai, aku celingukan sebentar melihat kanan kiri dan memastikan aku berada di tempat aman untuk melepas semua pakaianku dan memulai ritual mandiku. Setelah dirasa tak ada orang aku melucuti pakaianku dan menaruhnya di batu pinggir sungai kemudian aku mulai mandi. Cukup waktu 5 menit aku menyelesaikan mandiku. Aku bergegas naik ke daratan dan mengambil pakaianku. Astaga, celana dalam dan bajuku hilang. Aku celingukan ke sekitar sungai. Oh Tuhan celana dalam dan bajuku hanyut terbawa air sungai dan sudah mencapai ujung sungai. Ya sudah apa boleh buat, aku pulang hanya menggunakan celana yang tadi aku pakai. Itupun tanpa celana dalam. Aku bersyukur manusia tidak memiliki kemampuan ilmu magik untuk melihat benda-benda secara tembus pandang. Jika setiap manusia diilhami kemampuan itu, bisa malu aku.
Sampai di kos si Boncel terheran-heran melihat aku pulang dengan setengah telanjang. ”Eh Boy, mana pula baju kau? Kau ini sedang tidak berpikir untuk bertapa di sungai kan?” Tanyanya. Aku menjawab, ”Ini semua gara-gara kamu Cel, kalau kamu ga ’keras’ aku bisa tidak kehilangan baju dan celana dalam aku.” Boncel menjawab jawabanku, ”Bah, jadi kau ini daritadi tak pakai celana dalam? Hahaha, kenapa kau salahkan aku? Aku juga tak menginginkan jadi ’keras’, perasaan kemaren aku hanya makan tempe, tahu, telor, pepes ikan, sop, lodeh, apa lagi ya Boy?” Ah, daripada aku menanggapi hal bodoh itu aku segera berlalu meninggalkan Boncel dan masuk ke kamarku untuk berganti pakaian. Aku membuka isi lemari pakaianku. Isinya hanya beberapa helai baju yang menggantung salah satunya baju seragam SMA. Sebelum berpakaian, aku bercermin dan dalam hati aku berpikir, untuk wajah seusia ini pasti baju SMA yang harus aku pakai lagipula tadi aku sudah melihat Boncel memakai seragam SMA sama persis seperti tempatku. Aku bergegas memakai seragam SMAku ini dan keluar dari kamar. ”Cel, ayo berangkat!” Ajakku pada Boncel. Dengan sedikit terkaget Boncel menjawab, ”Ayolah Boy, lama benar kau ini.”
Aku berjalan beriringan dengan Boncel dan selama perjalanan aku melihat pemandangan di sejauh mataku memandang. Tidak ada yang berubah pikirku dalam hati. Karena kosanku masih berada di daerah desa waktu yang dibutuhkan jika menempuh perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 15 menit. Cukup jauh memang namun aku memilih kosan ini karena harganya yang relatif murah. Ya meskipun harus mengorbankan waktuku untuk bangun lebih pagi supaya tidak terlambat sekolah.
Sampai di sekolah aku di sambut dengan suara hiruk pikuk teman-temanku. Ada apa ini? Pikirku dalam hati. Aku bertanya pada temanku, ”Ada apa sih kok ribut gini?” Temanku menjawab, ”Ada murid pindahan cewek cantik sekali, lihat saja tuh.” Deg, jantungku terasa mau copot. Cantik sekali gadis ini. Detak jantungku semakin tidak beraturan. Jatuh cintakah aku? Apakah ini yang sering disebut jatuh cinta pada pandangan pertama? Perasaan luar biasa menggerogoti tubuhku, aku melihat gadis itu sedang bercakap-cakap dengan wali kelasku Pak Totok. Entah ada setan apa yang menggerakan kakiku, tiba-tiba kakiku melangkah maju ke depan pintu ruang kepala sekolah tempat gadis itu dan Pak Totok bercakap-cakap. Perlahan tapi pasti aku merasakan kakiku berjalan mendekati gadis rupawan itu. Aku mengulurkan tanganku dan berkata, ”Kenalkan nama saya Gilang, saya bersedia menjadi pemandumu mengelilingi sekolah ini.” Aku merasakan nada bicaraku sedikit datar dan terbata. Pak Totok dan gadis itu tersenyum dan kemudian Pak Totok berkata padaku, ” Baik sekali kau Gilang, baiklah mulai sekarang pandu Anita untuk mengenal lingkungan sekolah kita ya.” Oh, jadi namanya Anita, nama yang cantik secantik si empunya. Aku menjawab dengan mantap, ”Baik, Pak!” Sekilas aku menatap ke arah gadis itu dan dia tersenyum manis sekali. Wah, indah nya hari ini. Hehehe.
Setelah bel masuk berbunyi aku dan teman-teman masuk ke kelas dan kelas ramai diwarnai pertanyaan untuk Anita yang baru saja memperkenalkan diri. Aku hanya diam saja dan terpaku melihat wajah rupawan miliknya sampai-sampai ketika si Boncel melucu dengan pantun meminta nomor handphone Anita saja hanya aku yang tidak tertawa.
Sesuai kesanggupanku tadi selama istirahat dari pelajaran aku menemani Anita berkeliling sekolah. Awalnya suasana terasa kaku karena saking tegangnya aku untuk memulai topik pembicaraan. Tapi semua melebur dengan keramahan Anita yang memulai mengajakku mengobrol dan diakhir obrolan itu aku memberanikan diri untuk mengantarnya pulang. Tanpa kuduga Anita mengiyakan ajakanku. Oh Tuhan, bahagianya aku.
Inilah awal aku mengenal Anita dan berani mendekatkan diriku dengan Anita. Tidak di sekolah, tidak dikosan semua pikiranku tertuju pada Anita dan bisa kupastikan Anita adalah cinta pertamaku. Bahkan di sekolah aku dan Anita sering diolok-olok sebagai sepasang kekasih dan mungkin karena aku terlalu memperlihatkan perasaan istimewaku untuk Anita maka mereka tak henti-henti memperolok kami.
Suatu hari ketika aku berjalan pulang bersama Anita aku membuka topik pembicaraan. ”Nit, bagaimana tanggapanmu dengan olok-olokan teman-teman kita yang mengira kita sepasang kekasih? Apa kamu merasa risih atau keberatan?” Tanyaku padanya tiba-tiba. Aku melihat ekspresinya, Anita sedikit terkejut namun kemudian tersenyum dan menjawab, ”Tidak, aku sudah menganggapmu seperti sahabatku Lang jadi untuk apa aku risih.” Deg, jantungku serasa mau copot. Jadi selama ini Anita hanya menganggapku sahabat. Apa yang harus kulakukan Tuhan untuk menutupi ekspresi kecewaku ini? Sedikit gusar aku bertanya kembali, ”Apakah ada orang yang sedang kamu suka Nit? Aku hanya tak ingin menjadikan orang itu salah persepsi dengan hubungan kita.” Aku merasa kata-kataku ini rada aneh tapi ya sudahlah aku menunggu jawaban darinya. Aku melihat ekspresinya kembali terkejut dan kemudian pandangan Anita menerawang jauh ke depan. Dia hanya menjawab sekenanya, ”Ada, tapi aku tak tahu apakah perasaan ini boleh ada, aku rasa dia terlalu baik padaku dan hanya menganggapku sahabat.” Fiuh, hatiku tiba-tiba terasa sakit. Ini cinta pertamaku, pertama kali merasa, aku menganggap rasa ini indah tapi ternyata pada waktu yang bersamaan cinta pertamaku terasa sangat pahit. Sepanjang jalan pulang akhirnya aku hanya bisa terdiam.
Malam harinya mau tak mau akhirnya aku terpaksa curhat dengan si Boncel, lumayanlah meskipun saran-saran Boncel kadang tak bisa dinalar otak karena terlalu ngawur namun ini cukup bisa membuat hatiku lega. Awalnya rada canggung untuk mengakui pada Boncel bahwa aku jatuh hati pada Anita. Eh ternyata dia sudah tahu dan dia bilang perasaanku sangat terlihat dari cara aku memandang dan caraku bersikap pada Anita. Ya apa boleh buat akhirnya aku bercerita pokok masalahku yaitu Anita jatuh cinta pada orang lain. ”Aku patah hati Cel.” Kataku dengan sedih. ”Jangan gitulah Boy, tak seperti kau sangat ini! Ayo maju Boy, sebelum janur kuning melambai dia bisa jadi milik siapa saja.” Katanya kepadaku. Aha, benar juga ni si Boncel, aku akan berusaha sebelum janur kuning itu melengkung, akan kuperjelas kembali perasaanku kepada Anita, akan kulakukan banyak cara agar dia tertarik padaku. Hahaha. Aku tertawa dalam hati.
Pagi ini aku akan menjalankan misi yang sudah aku susun semalaman bersama Boncel. Misiku kali ini adalah menjauh dari Anita dan melihat ekspresinya. Berawal dari pagi hari, aku tidak menyapanya dan tidak berbicara dengannya. Sempat dia mencoba mengajakku ngobrol tapi aku berlalu dan menghindarinya. Ketika pulang sekolahpun aku tidak menawarinya pulang bersama. Aku melihat ekspresi wajahnya berubah menjadi sedih. Yes, aku berhasil pikirku.
Hari berikutnya adalah hari untuk menjalankan misi keduaku yaitu membuat puisi cinta yang secara tersirat kupersembahkan untuknya. Beruntung sekali rencana ini pas dengan tugas bahasa Indonesia yang diberikan Pak Totok kepada kami yaitu membuat puisi dengan tema bebas. Ketika Pak Totok meminta sukarelawan untuk maju membacakan puisi yang telah kita buat, aku dengan antusias mengangkat tanganku dan maju ke depan. Aku mulai membacakan puisi cintaku yang berjudul ’Sahabat Jadi Cinta’. Dengan sengaja setiap selesai membaca tiap baris puisiku aku menoleh ke arah Anita dan aku melihat matanya berbinar-binar. Hatiku riang sekali. Aku merasa Anita memang tertarik padaku. Tapi misiku belum berakhir masih ada misi ketigaku yaitu acara pernyataan cinta.
Hari ketiga yang dijadwalkan menjadi hari pernyataan cintaku telah tiba. Bunga dan coklat sudah siap di genggamanku. Pulang sekolah aku menyeret Anita ke tengah lapangan dan aku berteriak di depan ratusan teman sekolahku, ” Anita, aku suka padamu!!! Bukan sebagai sahabat tapi sebagai seorang wanita seutuhnya. Ambil bunga ini jika kamu menerimaku dan ambil coklat ini jika kamu menolakku!” Anita tentu saja terbengong-bengong, aku yang tanpa permisi atau tanpa prolog berani secara langsung menyatakan cintaku di hadapan ratusan manusia. Muka Anita memerah. Terbata-bata dia berkata padaku, ” Apa-apan kamu Lang, kenapa mesti seperti ini?” Aku menjawab jujur, ” Maaf Anita, aku hanya tidak sanggup lagi menahan perasaanku dan aku tidak mau menerka-nerka siapa lelaki itu. Aku ingin mempertegas semuanya, jika memang lelaki itu bukan aku tolaklah aku.” Anita kembali menatap mataku, dia tersenyum dan mengambil bunga dari tanganku. Serentak seisi sekolah bersorak. ”Oyeeeeeeeeee! Selamat ya Lang.” Sungguh tak terbayangkan betapa bahagianya aku saat itu.
”Mas... Mas, ayo bangun!” Ada suara lembut yang bergaung di telingaku. Suara yang tak asing lagi yaitu suara dari seorang wanita yang telah menemaniku hingga seusia ini. Aku mulai membuka mataku, kuamati lingkungan sekitar, dan kuraba tubuhku. Kisut. Aku telah kembali dari alam mimpiku. Mimpi yang luar biasa indah melebihi cerita-cerita awal yang kurancang. Mimpi ini terasa nyata seperti kembali lagi terjadi. Aku memang tidak bermimpi menjadi kaya raya ataupun bertemu dengan bidadari dari surga tapi aku memimpikan masa SMAku. Masa yang luar biasa indah ketika aku mendapatkan cinta pertama dan cinta sejatiku denagn penuh perjuangan. Anita bidadariku.