Jumat, 14 September 2012

Tik... tik.. tik... detikan jam mengalun sepadan. Tepat pukul 21.34 aku masih beradu denganmu.

Kamu : (menatap langit-langit) Hmm.. Aku ingin bertanya padamu, boleh?
Aku    : (menengok dengan segera) Apa? Apa yang ingin kau tahu dariku?
Kamu : Pernah kamu mendengar konsep memilih dan dipilih? (menutup rangkaian kertas)
Aku    : Memilih? Dipilih? Apa itu? Setidaknya jelaskan padaku terlebih dahulu untuk pertanyaanmu
            itu.
Kamu : Ini tentang bagaimana ketidakpernahan hati memilih.  Hati itu dipilih.
            (tertunduk dan menghela nafas)
Aku    : Aku tahu, lalu apa pertanyaanmu? (menatap dalam)
Kamu : Lantas tidak berhakah hatiku memilih? Ha? (keraguan tersirat jelas di mata)
Aku    : Sebenarnya apa yang kau ragukan? Ketidakberhakanmu memilih sebab
            mazab itu berkata demikian?
Kamu : (mengangguk perlahan)
Aku    : Hahaha... (tertawa keras kemudian mengusap helaian rambutnya) Karena ini kamu
            dengan kesederhanaan pikirmu.
Kamu : Apa maksudmu? (menjejak kaki kesal)
Aku    : Aku rasa mazab itu belum selesai. (menatap sambil tersenyum)
Kamu : (membuka kembali rangkaian kertas) Ini lihat, aku membacanya dari sini. Kamu tidak
            percaya padaku?
Aku   : (mengusap kasar rambutnya) Bukan, aku tidak meragukanmu. Hanya bagiku kalimat itu
            belum selesai. Menurutnya hati tidak pernah memilih. Hati itu dipilih.
Kamu : Lantas?
Aku    : Lalu oleh siapa hati itu dipilih? Bukankah itu keberhakan hatimu untuk memilih? Masih kau
            ragukan ketidakberhakanmu memilih sebab mazab itu berkata demikian? (menatap balik)
Kamu : Kamu benar.... (menutup rangkaian kertas, kembali)

-me-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar