Kamis, 21 Juni 2012

petang menuju malam, ketika senja berangsur menyamar. Aku dan kamu duduk di bangku sederhana.

aku    : (memainkan kaki) kamu tahu takdir itu apa ?
kamu : (menoleh sejenak lalu kembali tertumpu pada sederet tulisan dalam kertas) takdir itu pertemuan.
aku    : pertemuan ? lalu kita ini takdir bagimu?
kamu : bukan, ini sebuah keberuntungan.
aku    : (menjejakan kaki kesal) hah? kamu membuatku bingung dengan kata-katamu, pertemuan lalu keberuntungan, apa maksudmu ?
kamu : aku tidak ingin menganggapmu takdirku (menoleh dan memandangi)
aku    : kenapa ? tidak cukup baikkah aku untuk menjadi takdirmu?
kamu : (menutup belembar kertas) dengarkan aku baik-baik. Aku memaknai takdir itu sebuah pertemuan, dan di setiap pertemuan, perpisahan selalu mengiringi.
aku    : lalu (memandang tanpa kedip)
kamu : aku tidak ingin menganggapmu takdirku. Kamu cukup pintar untuk tahu mengapa. tapi aku menganggap ini sebuah keberuntungan. Bukankah kita berdua beruntung bisa bertemu dari sekian banyak manusia ?
aku   : (hanya bisa tersenyum simpul)

 -me-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar